Rabu, 21 Agustus 2013

KISAH DIALOG ABU HANIFAH DENGAN ILMUWAN KAFIR

Ass. Ayo Kita Saksikan Dialog Antara Abu Hanifah Dengan Ilmuwan Kafir . Semoga Bisa Memberi Hikmah Dari Apa Yang Akan  Kawan-Kawan Baca.


Yuk Simak Kisahnya …

 “Pada suatu hari, kota Baghdad didatangi oleh seorang Ilmuwan Yahudi bernama Dahri. Kedatangannya membuat  gempar dikalangan umat Islam. Dahri mencoba merusak  pegangan umat Islam dengan membahas soal-soal yang berhubungan  dengan ketuhanan. Para ulama Di Baghdad Mendengar Berita Itu Dan Berniat Untuk Bertemu Dengan Ilmuwan Kafir Tersebut.

Singkat cerita , Setiap Para ulama Yang bertemu dengan Dahri  kalah dalam berdialog. Dahri Pun Semakin Jumawa Karna Berhasil Mengalahkan Para Ulama Tersebut. Dari kejadian ini  Lalu para  Khalifah memerintahkan beberapa orang menteri meninjau ke daerah lain, kalau-kalau masih ada ulama yang Sanggup  untuk berhadapan dengan  Dahri.  Akhirnnya wakil Khalifah menemui Imam Hammad bin Abi Sulaimann Al-Asy ari, seorang ulama yang tidak kurang juga ketokohannya.

Khalifah memerintahkan supaya hari perdebatan antara Imam Hammad dan Dahri disegerakan. Dan Saat  bersejarah itu Digelar di Masjid Jamek di tengah-tengah kota Baghdad. Sehari  sebelum pertemuan, Masjid Jamek telah penuh sesak dengan orang ramai. Masing-masng menaruh harapan agar Imam Hammad berjaya menumbangkan Dahri kerana beliaulah satu-satunya ulama yang diharapkan.

“Subhanallah. … Subhanallah …. Walauhaulawala quwwata illa billahi aliyyil azim….!” Lidah Imam Hammad terus melafazkan kalimat Tersebut.. Dia beristighfar terus. Rasanya sudah tidak sanggup telinganya mendengar  bermacam kata-kata  yang dilemparkan oleh Dahri yang biadab dan matarialis itu. Mempertikaikan KeEsaan Allah SWT bukanlah perkara kecil dalam Islam. Ini Sudah Melampaui batas! Hatinya cukup pedih. Roh ketauhidannya bergelora. Mau rasanya dipenggal leher si Dahri yang angkuh itu.

Keesokannya, pagi-pagi muncul Abu Hanifah, murid Imam Hammad yang paling disayanginya. Nama yang sebenarnya ialah Nu’ man, yang ketika itu usiannya masih remaja. Dia Melihat Keadaan Gurunya  Yang Gelisah,.  Abu Hanifah pun bertanya. Lalu Imam Hammad menceritakan keadaan yang sebenarnya. Dan Saat itu Hammad teringat  akan mimpinya tadi malam , lalu Menceritakan kepada muridnya itu. Abu Hanifah mendengarnya dengan penuh khusyuk.

“…Aku bermimpi ada sebuah dusun yang amat luas Dan Sangat  indah. Di sana kulihat ada sepohon kayu yang rendang dan lebat buahnya. Tiba-tiba, keluar seekor  Binatang Buas dari ujung kampung. Lalu habis dimakannya buah-buahan yang masak ranum dari pohon itu. Hingga daun dan dahan-dahannya habis  Di makan. Yang tinggal cuma batangnya saja. Dan saat  Hendak memakan Batangnya keluar seekor harimau dari  umbi pohon rendang tadi lalu menerkam binatang buas tersebut  dengan gigi dan kukunya yang tajam.Lalu,binatang  buas itu mati saat itu juga.”

Hammad termenung seketika. Kekalutan fikirannya  yang telah dicetuskan Dahri, yang telah membuat pegangan aqidah umat ini goyah, tidak boleh di biarkan. Wajahnya yang tenang bagai air sungai yang mengalir jernih, masih nampak bercahaya walau di saat genting. Setelah Mendengar Mimpi Gurunya Dia Meminta Izin Kepada Gurunya Untuk Menafsirkan Mimpi Tersebut.. Dengan Izin Allah Ia Menjelaskan Kepada Gurunya.

Satu kelebihan Abu Hanifah ialah beliau juga dikaruniakan Allah S.W.T  ilmu menta’bir mimpi, sebagai mana nabi Allah Yusuf As. Pada pengamatannya juga, mimpi tersebut akan memberi petanda baik bahwa si Dahri pasti akan menerima  ganjarannya nanti.

” Apa yang tuan lihat dalam mimpi tuan  Adalah sebuah  dusun yang luas lagi indah itu adalah Ibaratkan kepada agama Islam kita. Pohon  yang berbuah lebat itu adalah ibaratkan kepada para ulama. Dan sepohon kayu itu adalah tuan sendiri.  Dan binatang buas yang tiba-tiba muncul dan merusak pohon tersebut  ialah si Dahri. Dan  harimau yang keluar lalu membunuh binatang buas  tadi… adalah saya…” jelas Abu Hanifah.

Beliau juga memohon izin untuk membantu gurunya berhadapan dengan si Dahri.  Betapa gembiranya hati  Iman Hammad saat mendengar  pernyataan muridnya sendiri. Maka berangkatlah Abu Hanifah  bersama gurunya untuk pergi ke Masjid Jamek di mana majlis dialog akan diadakan, yang dihadiri oleh orang banyak orang dan Khalifah. Seperti biasanya, sebelum menyampaikan pernyataannya, Dahri mencibir dan melecehkan ulama dengan bersuara lantang dari atas mimbar.

” Hai Dahri, apa yang sedang kau katakan,. Tiba-tiba suara Abu Hanifah memeranjatkan Dahri dan menyentakkan kaum Muslimin yang hadir. Dahri sendiri terkejut. Matanya memandang tajam mata Abu Hanifah.

” Siapa kamu hai anak muda? Berani sungguh kamu Berteriak. Tahukah kamu,  ulama yang hebat-hebat, yang bersurban dan berjubah telah ku kalahkan…!” Lantang suara Dahri kepada  Abu Hanifah.

” Wahai Dahri,” balas Abu Hanifah,” sesungguhnya Allah tidak mengkaruniakan  kemuliaaan dan kebesaran itu pada serban atau jubah. Tetapi Allah mengkaruniakan kemuliaan kepada orang-orang yang berilmu dan bertaqwa.”  Abu Hanifah lalu membacakan sebuah firman Allah SWT yang berbunyi:

” Allah telah meninggikan darajat orang beriman dan berilmu diantaramu beberapa darajat.” (Al-Mujadilah : 11 )

Geram rasanya hati Dahri mendengar  Pernyataan  pemuda ini. Maka berlangsunglah majlis dialog.perdebatan antara Abu Hanifah dengan tokoh Ad- dahriayyah, yang terkenal dengan pemikiran materialis dan ateisnya itu, berlangsung dengan mendebarkan.

“Benarkah Allah itu ada?,” tanya Dahri membuka  majlis dialognya.

“Allah memang ada,” tegas Abu Hanifah.

“Kalau Allah  ada, di manakah tempatnya..? ?”  Suara Dahri semakin meninggi.

“Allah tetap ada tetapi dia tidak bertempat!” jelas Abu Hanifah.

“Heran, kau mengatakan  Allah itu wujud, tetapi tidak bertempat …?” bantah Dahri sambil melemparkan senyuman sinisnya kepada hadirin.

Coba kau lihat pada dirimu sendiri. Bukankah pada dirimu itu ada nyawa…” Abu Hanifah mula berkata. Para hadirin memerhatikan gaya ilmuan muda ini berpidato dengan penuh semangat.

“Iya, memang aku ada nyawa, dan memang setiap makhluk yang bernafas itu ada nyawa…!” sahut Dahri.

“Tetapi apakah kau tahu di manakah letaknya nyawa atau rohmu itu…? Dikepalakah, diperutkah atau dibawah  telapak kakimu..?” Tersentak Dahri seketika. Orang  mulai berbisik-bisik.  Setelah itu Abu Hanifah mengambil segelas susu lalu ditunjukkan pada Dahri, sambil berkata: ” Apakah dalam air susu ini ada terkandung lemak…?”

Dahri menjawab, “Ya,.

Abu Hanifah bertanya lagi, “Kalau begitu dimanakah lemak itu berada…? Di bagian atasnyakah atau dibawahkah.. .?” Sekali lagi Dahri terserentak, tidak mampu menjawab pertanyaan Abu Hanifah .  “Untuk mencari dimanakah beradanya roh dalam jasad dan dimanakah kandungan lemak dalam air susu ini pun kita tidak tahu, mana mungkin kita dapat menjangkau dimanakah beradanya Zat Allah SWT di alam raya ini? Zat yang telah menciptakan  dan mengatur seluruh alam ini termasuk roh dan akal dangkal kita ini, pun ciptaan-Nya, yang tunduk dan patuh di bawah urusan mengatur  kerajaan-Nya Yang Maha Agung…!” Suasana menjadi agak bingar. Dahri terpaku di kursi. Terbungkam lidahnya. Merah mukanya karena malu. Tapi dia masih belum putus asa dia lalu berdiri dan berteriak .

“Hai anak muda!  Apakah  Yang Ada sebelum Allah. Dan apa  yang muncul sesudah ALLAh  nanti…” Semua mata tertumpu pada Abu Hanifah, murid Imam Hammad yang pintar ini.

“Wahai Dahri! Tidak ada suatu pun yang Ada  sebelum Allah Taala dan tidak ada sesuatu jua yang akan muncul selepas-Nya. Allah SWT  tetap Qadim dan Azali. Dialah yanng Awal dan Dialah yang Akhir”, tegas Abu Hanifah, ringkas tapi padat.

“Sungguh Aneh! Mana mungkin begitu…. Tuhan Ada  tanpa ada permulaan Nya? Dan mana mungkin Dia pula yang terakhir tanpa ada lagi yang selepas Nya….?”  Dahri mencoba  berdalih dengan  fikiran logisnya.

Dengan tersenyum Abu Hanifah menjelaskan,  “Ya!  Dalilnya ada pada diri kamu sendiri.  Coba kau lihat pada  ibu jari mu itu. Jari apakah yang kau lihat  berada sebelum ibu  jari ini..?”  Sambil  menunjuk  ibu jarinya ke langit. Dan beberapa hadirin turut berbuat demikian.  Dan pada jari kelingking  kamu,  ada lagikah jari selepasnya..  Dahri melihat  jarinya. Tidak terfikir olehnya  persoalan yang sekecil itu yang diambil oleh Abu Hanifah.  Jadi…! Kalaulah pada jari kita yang kecil ini pun, tidak mampu kita fikir, apalagi Allah SWT  Zat Yang Maha Agung itu, yang tiada suatu pun yang mendahului-Nya dan tiada sesuatu yang  setelah-Nya.”

Sekali lagi Dahri tercenggang. Bungkam. Namun masih tidak berputus asa untuk mematahkan argument  anak muda yang telah mempermalukan nya di depan  khalayak ramai. Khalifah memerhatikan  gelagat Dahri dengan penuh tanda tanya. Dahri berfikir seketika, mencari jalan, mencari ide.  Lalu tiba-tiba Semacam suatu ilham baru telah merasuk  fikirannya, Iapun tersenyum.  Hati Dahri bergejolak  bagai air tengah menggelegak.

“Ini  pertanyaan  yang terakhir buat mu, hai.. budak mentah!”  Sengaja Dahri mengeraskan suaranya agar bisa menutupi  rasa malunya itu.

“Allah itu ada, kata mu. Ha! apakah pekerjaan Tuhan mu Saat  ini ?” pertanyaan  tersebut membuat Abu Hanifah tersenyum riang.

“Ini  pertanyaan  yang sungguh menarik. Jawab Abu Hanifah.  Jadi  harus  dijawab dari tempat yang tinggi  supaya dapat didengar oleh semua orang,” Katanya.  Dahri pun  berjalan turun meninggalkan mimbar masjid Jamek,  Yang Sejak Dari Tadi Ia Kuasai dan memberi tempat untuk Abu Hanifah:

“Wahai sekalian manusia.  Ketahuilah bahwa kerja  Allah saat ini ialah memindahkan yang bathil sebagaimana Dahri yang berada di atas mimbar, diturunkan Allah ke bawah mimbar. Dan Allah juga telah menaikkan ku sebagaimana aku, yang berada di sana, telah dinaikkan ke atas mimbar Masjid Jamek ini… !”

Bagai halilintar, pernyataan  Abu Hanifah seakan  menampar  ke dua pipi Dahri. Seiring dengan itu bergemalah  Suara  takbir dari Para Hadirin. Mereka memuji-muji  kewibawaan Abu Hanifah yang telah berhasil  menyelamatkan Islam dari lidah Dahri yang sesat lagi menyesatkan itu. Sehingga sampai  hari ini, nama Imam Abu Hanifah terus  dikenal  keseluruh  dunia sebagai  seorang  Fuqaha dan salah seorang Imam Mujtahid Mutlak yang empat.  Kemunculan Mazhab Hanafi dalam fiqh Syar’iyyah,  juga memberi berkat bagi Abu Hanifah ...

Wassalam …

Sungguh Sangat Menabjukkan Pernyataan dari  Iman abu Hanifah, Bisa Membuat Dahri Tak Berdaya . Dan  Mengambil Perumpamaan dari hal-hal kecil yang tak pernah terlintas di fikiran kita …  Subhanallah Kalau Allah S.W.T  Berkehendak apa Yang Tidak Mungkin …

Mohon  maaf Kawan-Kawan kalau dalam penulisan Ini Masih ada kesalahan... Karna aku masih Belajar.. Mohon saran dan masukannya agar bisa lebih baik lagi... Thanks

DI Lihat Dari Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AdSense